Jangan engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu,"Sabda Nabi Muhammad SAW, dalam sebuah hadists riwayat Abu Hurairah.
Oleh sementara fuqaha (ahli fiqih Islam), hadits tersebut ditafsirkan secara saklek. Pokoknya, setiap praktik jual beli yang tidak ada barangnya pada waktu akad, haram. Penafsiran secara demikian itu, tak pelak lagi, membuat fiqih Islam sulit untuk memenuhi tuntutan jaman yang terus berkembang dengan perubahan-perubahannya
Karena itu, sejumlah ulama klasik yang terkenal dengan pemikiran cemerlangnya, menentang cara penafsiran yang terkesan sempit tersebut. Misalnya, Ibn al-Qayyim. Ulama bermazhab Hambali ini berpendapat, bahwa tidak benar jual-beli barang yang tidak ada dilarang. Baik dalam Al Qur’an,sunnah maupun fatwa para sahabat, larangan itu tidak ada.
Dalam Sunnah Nabi, hanya terdapat larangan menjual barang yang belum ada, sebagaimana larangan beberapa barang yang sudah ada pada waktu akad. “Causa legis atau ilat larangan tersebut bukan ada atau tidak adanya barang, melainkan garar,” ujar Dr. Syamsul Anwar, MA dari IAIN SUKA Yogyakarta menjelaskan pendapat Ibn al-Qayyim. Garar adalah ketidakpastian tentang apakah barang yang diperjual-belikan itu dapat diserahkan atau tidak. Misalnya, seseorang menjual unta yang hilang. Atau menjual barang milik orang lain, padahal tidak diberi kewenangan oleh yang bersangkutan.
Jadi, meskipun pada waktu akad barangnya tidak ada, namun ada kepastian diadakan pada waktu diperlukan sehingga bisa diserahkan kepada pembeli, maka jual beli tersebut sah. Sebaliknya, kendati barangnya sudah ada tapi – karena satu dan lain hal — tidak mungkin diserahkan kepada pembeli, maka jual beli itu tidak sah.
Perdagangan berjangka, jelas, bukan garar. Sebab, dalam kontrak berjangkanya, jenis komoditi yang dijual-belikan sudah ditentukan. Begitu juga dengan jumlah, mutu, tempat dan waktu penyerahannya. Semuanya berjalan di atas rel aturan resmi yang ketat, sebagai antisipasi terjadinya praktek penyimpangan berupa penipuan — satu hal yang sebetulnya bisa juga terjadi pada praktik jua-beli konvensional.
Dalam perspektif hukum Islam, Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) (forex adalah bagian dari PBK) dapat dimasukkan ke dalam kategori almasa’il almu’ashirah atau masalah-masalah hukum Islam kontemporer. Karena itu, status hukumnya dapat dikategorikan kepada masalah ijtihadiyyah. Klasifikasi ijtihadiyyah masuk ke dalam wilayah fi ma la nasha fih, yakni masalah hukum yang tidak mempunyai referensi nash hukum yang pasti.
Dalam kategori masalah hukum al-Sahrastani, ia termasuk ke dalam paradigma al-nushush qad intahat wa al-waqa’I la tatanahi. Artinya, nash hukum dalam bentuk Al-Quran dan Sunnah sudah selesai; tidak lagi ada tambahan. Dengan demikian, kasus-kasus hukum yang baru muncul mesti diberikan kepastian hukumnya melalui ijtihad.
Dalam kasus hukum PBK, ijtihad dapat merujuk kepada teori perubahan hukum yang diperkenalkan oleh Ibn Qoyyim al-Jauziyyah. Ia menjelaskan, fatwa hukum dapat berubah karena beberapa variabel perubahnya, yakni: waktu, tempat, niat, tujuan dan manfaat. Teori perubahan hukum ini diturunkan dari paradigma ilmu hukum dari gurunya Ibn Taimiyyah, yang menyatakan bahwa a-haqiqah fi al-a’yan la fi al-adzhan. Artinya, kebenaran hukum itu dijumpai dalam kenyataan empirik; bukan dalam alam pemikiran atau alam idea.
Paradigma ini diturunkan dari prinsip hukum Islam tentang keadilan yang dalam Al Quran digunakan istilah al-mizan, a-qisth, al-wasth, dan al-adl.
Paradigma ini diturunkan dari prinsip hukum Islam tentang keadilan yang dalam Al Quran digunakan istilah al-mizan, a-qisth, al-wasth, dan al-adl.
Dalam penerapannya, secara khusus masalah PBK dapat dimasukkan ke dalam bidang kajian fiqh al-siyasah maliyyah, yakni politik hukum kebendaan. Dengan kata lain, PBK termasuk kajian hukum Islam dalam pengertian bagaimana hukum Islam diterapkan dalam masalah kepemilikan atas harta benda, melalui perdagangan berjangka komoditi dalam era globalisasi dan perdagangan bebas.
Realisasi yang paling mungkin dalam rangka melindungi pelaku dan pihak-pihak yang terlibat dalam perdagangan berjangka komoditi dalam ruang dan waktu serta pertimbangan tujuan dan manfaatnya dewasa ini, sejalan dengan semangat dan bunyi UU No. 32/1977 tentang PBK.
Karena teori perubahan hukum seperti dijelaskan di atas, dapat menunjukkan elastisitas hukum Islam dalam kelembagaan dan praktek perekonomian, maka PBK dalam sistem hukum Islam dapat dianalogikan dengan bay’ al-salam’ajl bi’ajil.
Karena teori perubahan hukum seperti dijelaskan di atas, dapat menunjukkan elastisitas hukum Islam dalam kelembagaan dan praktek perekonomian, maka PBK dalam sistem hukum Islam dapat dianalogikan dengan bay’ al-salam’ajl bi’ajil.
Bay’ al-salam dapat diartikan sebagai berikut. Al-salam atau al-salaf adalah bay’ ajl bi’ajil, yakni memperjualbelikan sesuatu yang dengan ketentuan sifat-sifatnya yang terjamin kebenarannya. Di dalam transaksi demikian, penyerahan ra’s al-mal dalam bentuk uang sebagai nilai tukar didahulukan daripada penyerahan komoditi yang dimaksud dalam transaksi itu. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mendefinisikannya dengan: “Akad atas komoditas jual beli yang diberi sifat terjamin yang ditangguhkan (berjangka) dengan harga jual yang ditetapkan di dalam bursa akad”.
Keabsahan transaksi jual beli berjangka, ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat sebagai berikut:
a) Rukun sebagai unsur-unsur utama yang harus ada dalam suatu peristiwa transaksi Unsur-unsur utama di dalam bay’ al-salam adalah:
a) Rukun sebagai unsur-unsur utama yang harus ada dalam suatu peristiwa transaksi Unsur-unsur utama di dalam bay’ al-salam adalah:
- Pihak-pihak pelaku transaksi (‘aqid) yang disebut dengan istilah muslim atau muslim ilaih.
- Objek transaksi (ma’qud alaih), yaitu barang-barang komoditi berjangka dan harga tukar (ra’s al-mal al-salam dan al-muslim fih).
- Kalimat transaksi (Sighat ‘aqad), yaitu ijab dan kabul. Yang perlu diperhatikan dari unsur-unsur tersebut, adalah bahwa ijab dan qabul dinyatakan dalam bahasa dan kalimat yang jelas menunjukkan transaksi berjangka. Karena itu, ulama Syafi’iyah menekankan penggunaan istilah al-salam atau al-salaf di dalam kalimat-kalimat transaksi itu, dengan alasan bahwa ‘aqd al-salam adalah bay’ al-ma’dum dengan sifat dan cara berbeda dari akad jual dan beli (buy).
b) Syarat-syarat
- Persyaratan menyangkut objek transaksi, adalah: bahwa objek transaksi harus memenuhi kejelasan mengenai: jenisnya (an yakun fi jinsin ma’lumin), sifatnya, ukuran (kadar), jangka penyerahan, harga tukar, tempat penyerahan.
- Persyaratan yang harus dipenuhi oleh harga tukar (al-tsaman), adalah, Pertama, kejelasan jenis alat tukar, yaitu dirham, dinar, rupiah atau dolar dsb atau barang-barang yang dapat ditimbang, disukat, dsb. Kedua, kejelasan jenis alat tukar apakah rupiah, dolar Amerika, dolar Singapura, dst. Apakah timbangan yang disepakati dalam bentuk kilogram, pond, dst.
- Kejelasan tentang kualitas objek transaksi, apakah kualitas istimewa, baik sedang atau buruk. Syarat-syarat di atas ditetapkan dengan maksud menghilangkan jahalah fi al-’aqd atau alasan ketidaktahuan kondisi-kondisi barang pada saat transaksi. Sebab hal ini akan mengakibatkan terjadinya perselisihan di antara pelaku transaksi, yang akan merusak nilai transaksi.
- Kejelasan jumlah harga tukar. Penjelasan singkat di atas nampaknya telah dapat memberikan kejelasan kebolehan PBK. Kalaupun dalam pelaksanaannya masih ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, maka dapatlah digunakan kaidah hukum atau legal maxim yang berbunyi: ma la yudrak kulluh la yutrak kulluh. Apa yang tidak dapat dilaksanakan semuanya, maka tidak perlu ditinggalkan keseluruhannya.
Dengan demikian, hukum dan pelaksanaan PBK sampai batas-batas tertentu boleh dinyatakan dapat diterima atau setidak-tidaknya sesuai dengan semangat dan jiwa norma hukum Islam, dengan menganalogikan kepada bay’ al-salam.
Dikutip dari sumber lain
FOREX dalam hukum ISLAM
بســـــــماللهالرحمنالرحيـــــــم
Dalam bukunya Prof. Drs. Masjfuk Zuhdi yang berjudul MASAIL FIQHIYAH; Kapita Selecta Hukum Islam, diperoleh bahwa Forex (Perdagangan Valas) diperbolehkan dalam hukum islam. Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan/komoditi antar negara yang bersifat internasional. Perdagangan (Ekspor-Impor) ini tentu memerlukan alat bayar yaitu UANG yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara negara-negara tersebut sehingga timbul PERBANDINGAN NILAI MATA UANG antar negara.
Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA atau PASAR yang bersifat internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan. Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya. Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang. Yang secara nyata hanyalah tukar-menukar mata uang yang berbeda nilai.
TRANSAKSI VALAS dalam HUKUM ISLAM
1. Ada Ijab-Qobul: ---> Ada perjanjian untuk memberi dan menerima • Penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar tunai. • Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan. • Pembeli dan penjual mempunyai wewenang penuh melaksanakan dan melakukan tindakan-tindakan hukum (dewasa dan berpikiran sehat)
2. Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli yaitu: • Suci barangnya (bukan najis) • Dapat dimanfaatkan • Dapat diserahterimakan • Jelas barang dan harganya • Dijual (dibeli) oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas izin pemiliknya • Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan. Perlu ditambahkan pendapat Muhammad Isa, bahwa jual beli saham itu diperbolehkan dalam agama.
لاتشترواالسمكفیالماءفاءنهغرد
"Jangan kamu membeli ikan dalam air, karena sesungguhnya jual beli yang demikian itu mengandung penipuan". (Hadis Ahmad bin Hambal dan Al Baihaqi dari Ibnu Mas'ud)Jual beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifat-sifatnya atau ciri-cirinya. Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual belinya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah:
منسترئشيتالميرهفلهالخيارإذاراه
Barang siapa yang membeli sesuatu yang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika ia telah melihatnya".
Jual beli hasil tanam yang masih terpendam, seperti ketela, kentang, bawang dan sebagainya juga diperbolehkan, asal diberi contohnya, karena akan mengalami kesulitan atau kerugian jika harus mengeluarkan semua hasil tanaman yang terpendam untuk dijual.
Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam:
المشقةتجلبالتيسر
Kesulitan itu menarik kemudahan. Demikian juga jual beli barang-barang yang telah terbungkus/tertutup, seperti makanan kalengan, LPG, dan sebagainya, asalkam diberi label yang menerangkan isinya. Vide Sabiq, op. cit. hal. 135. Mengenai teks kaidah hukum Islam tersebut di atas, vide Al Suyuthi, Al Ashbah wa al Nadzair, Mesir, Mustafa Muhammad, 1936 hal. 55.
JUAL BELI VALUTA ASING DAN SAHAM
Yang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperi dolar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya. Apabila antara negara terjadi perdagangan internasional maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri yang dalam dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor dari luar negeri.
Dengan demikian akan timbul penawaran dan perminataan di bursa valuta asing. setiap negara berwenang penuh menetapkan kurs uangnya masing-masing (kurs adalah perbandingan nilai uangnya terhadap mata uang asing) misalnya 1 dolar Amerika = Rp. 12.000. Namun kurs uang atau perbandingan nilai tukar setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi negara masing-masing. Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan di Bursa Valuta Asing (A. W. J. Tupanno, et. al. Ekonomi dan Koperasi, Jakarta, Depdikbud 1982, hal 76-77)
FATWA MUI TENTANG PERDAGANGAN VALAS
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 28/DSN-MUI/III/2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf).
MENIMBANG :a. Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan transaksi jual-beli mata uang (al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.
b. Bahwa dalam 'urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandang ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain.
c. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman.
MENGINGAT :" Firman Allah, QS. Al-Baqarah[2]:275: "...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..."
" Hadis nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa'id al-Khudri:Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)' (HR. al-baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
" Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari 'Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: "(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.".
" Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: "(Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai."..
" Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.
" Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara' bin 'Azib dan Zaid bin Arqam : Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).
" Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf: "Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."
" Ijma. Ulama sepakat (ijma') bahwa akad al-sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentu.
MEMPERHATIKAN:1. Surat dari pimpinah Unit Usaha Syariah Bank BNI no. UUS/2/878
2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H/ 28 Maret 2002.
MEMUTUSKANDewan Syari'ah Nasional Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF).
Pertama : Ketentuan UmumTransaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
a.Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).
b.Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
c.Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
d.Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.
Kedua : Jenis-jenis transaksi Valuta Asinga.Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.
b.Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2x24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
c.Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
d.Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M
Dari uruaian diatas Yang jadi permasalahan terkait forex dalam Islam adalah sebagai berikut:
1. Masalah spekulasi di mana dalam trading valas, kita hanya mencoba menebak arah pergerakan valas. Walaupun menggunakan analisis baik fundamental maupun teknikal, tetapi tetap saja hasilnya tdk 100% alias bisa salah, yg mengakibatkan trader mengalami kerugian. Ini sama saja dgn judi bola ataupun judi lainnya, walaupun diprediksi dgn berbagai cara, tetap saja bisa untung ataupun rugi.
2. short selling, yaitu menjual mata uang yang tidak dimiliki. ini juga dilarang dalam Islam.
3. Ini juga bisa jadi pertimbangan, yaitu dampak spekulasi mata uang dapat mempengaruhi keadaan perekonomian suatu negara. Contohnya krisis ekonomi tahun 97/98 yg melanda negara-negara Asia termasuk Indonesia diklaim oleh beberapa pakar ekonomi sebagai akibat dari trading para pemain valas.
Saya sendiri tidak berani menyebutkan halal atau haram, karena saya bukan ulama, takut salah nanti malah dosa.Cuma setiap dalam diri kita punya keyakinan masing-masing dan bisa menilai secara obyektif.
Dikutip dari berbagai sumber
3 komentar:
Saya sendiri bisa mengatakan halal (meski sy bukan ulama) untuk diri sendiri dulu. Soalnya, kalau dikatakan spekulasi hampir semua bisnis pasti mengandung unsur spekulasi. Jangan trading valas yang pernah rugi, tukang jualan es atau pun sayur pernah rugi.
Untuk menentukan rugi tidaknya seorang trading dilihat dari pengalaman selama bertrading. Hal ini, terkait dengan penguasaan kondisi pasar dan penguasaan diri sendiri dalam hal ini adalah pengendalian emosi. Jadi, intinya semakin banyak pengalaman, maka dia akan lebih banyak profitnya. Bahkan akhir2 ini dikabarkan Jan Sramek dalam usia 24 tahun sudah menjadi jagoan trading di wall street. Maklum saja, selain dia jenius, ia juga pada usia 13 tahun sudah belajar traing.
gimana kalo ini http://www.bisnis-tiket-pesawat.com/?id=kapuas sponsor hm sholichuddin [kuala kapuas] produknya jelas TIKET PESAWAT, tidak ada DEPOSIT uang keanggotaan Rp. 200.000 bandingkan bila kita buka travel … mohon dukungannya
Forex sama saja dengan berdagang buah Bang!..
Emang Abang pernah tau dagangan abang bakal habis dalam waktu sehari.
Kalo Abang pernah jualan buah, mau kulakan sedikit,harganya kena mahal. Mau kulakan banyak, iya kalo bisa habis semua, sedangkan buah tidak tahan lama.
Disini apa bisa dikatakan spekulasi?...
Pedagang hanya bisa memprediksi dan berdoa agar dagangan laris..
Begitu juga forex..
Kalo abang bilang Forex syubhat atau haram, pedagang buah dan yang sejenisnya bagaimana?...
Posting Komentar